Sabtu, 20 September 2014

PERHIASAN TERINDAH


Meminjam cerita seorang sahabat, suatu waktu pernah lahir Guru dengan kualitas kemulyaan yang amat mengagumkan. Setiap kali Guru ini melewati sebuah gang selalu saja ia diludahi oleh orang yang penuh kebencian. Tapi, berapa kali pun Guru ini diludahi, selama itu juga ia senantiasa tersenyum.

Cerita tentu akan lain sekali, bila yang diludahi adalah manusia kebanyakan. Dalam keadaan seperti ini, kemarahan akan dengan mudah terbakar, kemudian menularkan api membara ke mana-mana. Konsekwensinya tahu sendiri, perkelahian dan bahkan pembunuhan  bisa terjadi hanya karena beberapa tetes ludah.

Namun Guru ini lain lagi, di suatu waktu tatkala ia lewat di gang yang sama, ternyata yang meludahi tidak ada. Tatkala ditanya sana-sini, ternyata yang meludahi tadi sedang sakit. Hanya karena kesempurnaan kemulyaan Guru ini, kemudian ia datangi rumahnya, ia doakan agar cepat sembuh.

Bila boleh jujur, keseharian manusia  di mana-mana penuh kemarahan. Di Amerikat Serikat daftar kemarahan dengan bahasa sarkastik  semakin panjang. Di negeri ini, banyak sekali hal yang bisa membakar api kemarahan. Lebih-lebih menjelang pemilihan presiden, tuduh menuduh dengan judul bohong berseliweran.

Jerami Terbakar

Sesungguhya tidak ada yang berniat marah. Bila digali lebih dalam, manusia mewarisi bibit-bibit kemarahan dari orang tua, sekolah, lingkungan. Bibit-bibit ini kemudian disirami dengan menonton televisi yang berisi perkelahian, radio yang memberitakan kebencian, media cetak yang laris justru dengan berita kriminalitas, pemimpin yang miskin keteladanan. Sehingga tanpa perbaikan serius, manusia akan terus dibakar kemarahan.

Berbeda dengan logika sebagian ilmu kedokteran Barat yang membuang organ tubuh bermasalah,  meditasi mengajarkan untuk “merawat” kemarahan. Tatkala sakit kepala tidak mungkin seseorang membuang kepalanya,  melainkan  merawat kepalanya. Hal serupa  terjadi dengan kemarahan, membuang kemarahan serupa membuang malam dan hanya mau siang.

Ada beberapa pendekatan yang tersedia dalam hal ini. Memandang secara mendalam adalah sebuah pendekatan. Sejujurnya kemarahan terjadi bukan karena godaan orang, melainkan lebih banyak karena manusia kebanyakan serupa jerami yang mudah terbakar (baca: iri, dengki, sakit hati dll). Godaan yang datang dari luar mirip angin yang bertiup.

Karena itulah, lebih disarankan untuk “merawat” bibit kemarahan yang ada di dalam. Tolehlah ke dalam ketika kemarahan datang, cermati jerami terbakar yang datang dari pikiran negatif seperti iri dan tidak sabar, tarik nafas pelan-pelan, rasakan segarnya udara yang masuk melalui hidung. Sebenarnya ada rahasia kesegaran, ketenangan, kebeningan di balik ketekunan menyatu dengan nafas. Sebagaimana kita tahu, masa lalu sudah lewat, masa depan belum datang, satu-satunya uang tunai kehidupan adalah saat ini. Makanya, dalam bahasa Inggris masa kini disebut the present (hadiah). Indah, sejuk, lembut, itulah hadiah buat mereka yang rajin terhubung dengan kekinian melalui memperhatikan nafas.

Disamping memperhatikan nafas, bibit kemarahan juga bisa diawasi dengan meditasi jalan. Terutama dengan melihat hakekat semua fenomena (termasuk kemarahan) yang muncul lenyap sebagaimana langkah kaki. Membadankan dalam-dalam bahwa semuanya muncul lenyap bisa menjadi awal terbukanya pintu kesabaran. Sebagai tambahan, mengerti dengan penuh belas kasih bahwa orang yang menyakiti sesungguhnya sedang menderita, adalah pendekatan lain. Ia yang bisa memandang seperti ini, mengalami transformasi di dalam. Dari mau melawan menjadi mau menolong.

Tanah Suci

Banyak orang memimpikan tanah suci. Semacam tempat yang penuh kebahagiaan. Namun bagi ia yang memandang secara mendalam, mengiasi dirinya dengan kesabaran, membuka pintu belas kasih, bumi inilah tanah suci. Meminjam Thich Nhat Hanh, bukan berjalan di atas air menjadi keajaiban, berjalan di atas bumi ini menjadi keajaiban. Terutama dengan merasakan setiap langkah berisi belaian kedamaian.

Ini mungkin terjadi, bila pertama-tama belajar menyejukkan kemarahan dengan kesabaran terutama karena kemarahan membuat bumi penuh api. Setelah tersejukkan terlihat terang, kita semua sama yakni mau bahagia. Lebih mudah membuat bumi ini menjadi tanah suci dengan melihat kesamaan-kesamaan dibandingkan bertempur tentang perbedaan.

Makanya, ketika seorang ayah ditanya putranya apakah perhiasan yang paling indah, dengan lembut ayahnya menjawab: “Kesabaran adalah perhiasan yang terindah”. Terutama karena kesabaran membuat bumi ini menjadi tanah suci. Dalam bahasa seorang guru, senapan hanya bisa melenyapkan sejumlah musuh. Tapi kesabaran bisa melenyapkan semua musuh. Inilah ciri manusia yang sudah mengenakan perhiasan terindah kehidupan. Tidak saja musuhnya lenyap, namun semua tempat menjadi tanah suci.

Bahan renungan:

1. Banyak sekali manusia yang menyukai perhiasan. Tapi perhiasan terindah bernama kesabaran. Terutama karena kesabaran membuat kehidupan jadi anggun menawan.

2. Kualitas kesabaran mulai bertumbuh tatkala menyadari cara memandang yang serba negatif adalah jerami kering yang rawan terbakar. Sedangkan godaan yang datang dari luar hanya angin yang berhembus.

3. Ia yang pernah duduk di puncak kesabaran mengerti, kesabaran membuat Bumi menjadi tanah suci. Dan membuat semua arah menjadi indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar